Kamis, 06 Maret 2014

Rahasia Rumah Impian


Hai, Aku Aurellia Saraswati, dipanggil Aurel. Saat itu, aku sedang duduk di taman sekolah. Tiba-tiba...
“Ayo!” Iffa, salah satu temanku,yang bernama Iffa Anugrah memanggilku dan teman-teman. 
“Ada apa?” tanyaku kepo.
“RI!!” Ia jejeritan. Hah? RI? Apa itu?
“RI? Apa itu, If?” tanyaku makin kepo. 
“Ru…mah.. Impian…” Ia gelagapan. Aku mengerutkan alis. Hah? Apa itu? Batinku dalam hati.
“Apa bagus?!” 
“Ya, ada kolam renang, dan lainnya, kita bisa masuk kalau Vanila sudah damai sama kita!” lanjutnya.
“Hah? Memang Vanilla kenapa?” tanyaku.

“Soalnya, dia dendam loh sama kita semua.” Terang Bhintang.

“Masa? Aku enggak percaya!” kata Rere. 

“Yasudah, Re, yuk kita cari kunci.” Kami mencari kunci. Pluk! Sebuah surat jatuh dari atas atap. 

“Hey, ada surat! Kita baca yuk!!” seruku.

“Kubacakan ya,” kata Iffa.

“Batu runcing emas dijaga oleh iblis yang menyamar menjadi guru SD PJ2. Dajjal, dajjal, dajjal. Kalian harus menyelamatkan sang pemilik dari iblis itu! Morning, 03.00 PM. By: D..A..J..J..A..L”, lanjutnya gelagapan.

“Hah? Dajjal? Gak mungkin, Dajjal kan, iblis yang bermata satu itu, masa sih??” kataku curiga.

“Iya, tapi aku nemu surat ini bersama Gatta kemarin sore!” ucap Iffa.

“Sumpah?” Tanya Rina.

“Jelas, Ya Allah..” Iffa gelagapan.

“Kamu kenapa sih,  Iff? Bukannya, kamu yang paling tomboy diantara kita semua?”

“I..ya… Ve..ll..in…” Iffa gelagapan lagi. Keringat dingin mengucur sekujur tubuhnya.

“Apa apaan?” tanyaku marah. Iffa menyobek kertas Dajjal itu.

“Aku tahu! Ini pasti yang nulis GAATAAA!!!!!!!!”

“Yuk samperin Gata, hih, sebel,” kata Viona.

“Eeeh, tapi, kalo bukan?”  

“Hii…” jerit Anisa. 

“Aku ini mimpi?” kataku dan beberapa anak sembari mencubit pipi.

"Kalo enggak .."

"Hiii! Serem ah!"

“Maksud kalian coming kesini itu apaaa?” Tanya seseorang dari dalam tembok rahasia alias markas kami.

“His! Wolffie, diam! Sttt!” ucapku memarahi Wolffie, serigala penjaga pintu rahasia Rumah Impian. Wolffie, si lucu yang galak. Hihi, apa?

“HIIII!!!!!!” aku kaget. Dari belakang tampak kecoklatan, dari tengah, tampak kehitaman, dan dari depan tampak putih. Markas kami terkunci sendiri! Ya Ampun! 

“Kok bisa sih!?” Iffa, ketua kami mematahkan tongkat kunci.

“Jangan!” Anisa menangis. Kami terlalu sedih karena, Kunci itu sudah patah. Dan, parahnya lagi, Wolffie belum di beri makan. Ia akan mati di sana kelaparan dan kurus. Hwa.. Wolffie.

Duaak! Aku jatuh dari kasur. Ih, mimpi. Wakakakak. 

karya:
(*AurelliaSaraswatiWinahyu* Kls. 4)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar